Thursday, April 18, 2013

Tanah Gersang




Dalam hubungan-hubungan yang kita jalin di kehidupan,
setiap orang adalah guru bagi kita.

Ya, setiap orang. Siapapun mereka. Yang baik, juga yang belum bersikap baik.
Betapapun yang mereka berikan pada kita selama ini hanyalah luka, rasa sakit, kepedihan dan aniaya, mereka tetaplah guru-guru kita. Bukan karena mereka orang-orang yang bijaksana. Melainkan karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi bijaksana.

Mereka mungkin tanah gersang. Dan kitalah murid yang belajar untuk menjadi bijaksana. Kita belajar untuk menjadi embun pada paginya, awan teduh bagi siangnya, dan rembulan yang menghias malamnya.

Tetapi barangkali, kita justru adalah tanah gersang yang paling gersang.
Lebih gersang dari sawah yang kerontang. Lebih cengkar dari lahan kering di kemarau yang panjang. Lebih tandus dari padang rumput yang terbakar dan hangus.
Maka bagi kita sang tanah gersang, selalu ada kesempatan menjadi murid yang bijakasana.

Seperti matahari yang tak hendak dekat-dekat bumi karena
khawatir nyalanya bisa memusnahkan kehidupan. Seperti gunung api yang lahar panasnya kelak menjelma lahan subur, sejuk menghijau berwujud hutan.

Dan seperti batu cadas yang memberi kesempatan lumut
untuk tumbuh di permukaannya. Dia izinkan sang lumut menghancurkan tubuhnya, melembutkan kekerasannya.
Demi terciptanya butir-butir tanah. Demi tersedianya unsur hara agar pepohonan manis berbuah.

·         Dengan sedikit penyesuaian yang diperlukan dari Dalam Dekapan Ukhuwah (Yogyakarta: Pro-U Media. 2010 Hal. 81-82)

1 comment:

  1. Artikel bagus tentang Matahari.Saya juga ingin menambahkan bahwa belajar sangat tergantung pada guru.Saya benar-benar perlu belajar bahasa Inggris untuk bekerja dan saya menemukan guru yang sangat baik dalam kursus online dan saat ini saya berbicara bahasa Inggris lisan berkat
    https://englishpapa.com/

    ReplyDelete