Dalam hubungan-hubungan yang kita
jalin di kehidupan,
setiap orang adalah guru bagi kita.
Ya, setiap orang. Siapapun mereka.
Yang baik, juga yang belum bersikap baik.
Betapapun yang mereka berikan pada
kita selama ini hanyalah luka, rasa sakit, kepedihan dan aniaya, mereka
tetaplah guru-guru kita. Bukan karena mereka orang-orang yang bijaksana.
Melainkan karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi bijaksana.
Mereka mungkin tanah gersang. Dan
kitalah murid yang belajar untuk menjadi bijaksana. Kita belajar untuk menjadi
embun pada paginya, awan teduh bagi siangnya, dan rembulan yang menghias
malamnya.
Tetapi barangkali, kita justru adalah
tanah gersang yang paling gersang.
Lebih gersang dari sawah yang
kerontang. Lebih cengkar dari lahan kering di kemarau yang panjang. Lebih
tandus dari padang rumput yang terbakar dan hangus.
Maka bagi kita sang tanah gersang,
selalu ada kesempatan menjadi murid yang bijakasana.
Seperti matahari yang tak hendak
dekat-dekat bumi karena
khawatir nyalanya bisa memusnahkan
kehidupan. Seperti gunung api yang lahar panasnya kelak menjelma lahan subur,
sejuk menghijau berwujud hutan.
Dan seperti batu cadas yang memberi
kesempatan lumut
untuk tumbuh di permukaannya. Dia
izinkan sang lumut menghancurkan tubuhnya, melembutkan kekerasannya.
Demi terciptanya butir-butir tanah.
Demi tersedianya unsur hara agar pepohonan manis berbuah.
·
Dengan sedikit penyesuaian yang diperlukan dari Dalam
Dekapan Ukhuwah (Yogyakarta: Pro-U Media. 2010 Hal. 81-82)
Artikel bagus tentang Matahari.Saya juga ingin menambahkan bahwa belajar sangat tergantung pada guru.Saya benar-benar perlu belajar bahasa Inggris untuk bekerja dan saya menemukan guru yang sangat baik dalam kursus online dan saat ini saya berbicara bahasa Inggris lisan berkat
ReplyDeletehttps://englishpapa.com/